Accounting Rate of Return: Pengertian, Kelebihan Kekurangan, Cara Menghitungnya Accounting Rate of Return (ARR) merupakan salah satu metode evaluasi investasi yang berfungsi untuk menilai kelayakan suatu proyek berdasarkan rata-rata laba dalam akuntansi. Meskipun memiliki kelemahan seperti mengabaikan nilai waktu uang dan tidak memperhitungkan arus kas secara langsung, ARR tetap menawarkan kemudahan dan kesederhanaan dalam penggunaannya. Metode ini sangat berguna dalam tahap awal analisis investasi, terutama ketika organisasi ingin melakukan penyaringan cepat terhadap beberapa proyek yang tersedia. Namun demikian, agar keputusan investasi yang diambil lebih akurat dan strategis, ARR sebaiknya digunakan bersama dengan metode evaluasi lain yang mempertimbangkan arus kas dan nilai waktu uang. Dalam dunia bisnis yang kompetitif dan dinamis, memahami kelebihan dan kekurangan setiap metode evaluasi investasi akan membantu manajemen membuat keputusan yang lebih cerdas dan berdampak positif terhadap kelangsungan dan pertumbuhan usaha. Memang istilah ini cukup asing bagi masyarakat awam mengingat bahwa istilah ini memang tidak banyak disosialisasikan di tengah masyarakat. Namun bagi siapa saja yang pernah menempuh pendidikan di bidang akuntansi dan bekerja di bidang yang sama pada suatu perusahaan tentunya tahu benar mengenai ARR. Sebab Accounting Rate of Return atau rata-rata pengembalian akuntansi ini merupakan hal yang penting untuk dihitung karena berbagai alasan. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ARR ini maka Anda bisa terus menyimak penjelasan Mekari Jurnal berikut. Pengertian Accounting Rate of Return (ARR) Accounting Rate of Return (ARR), atau yang dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai Tingkat Pengembalian Akuntansi, merupakan metode evaluasi investasi yang berfokus pada laba bersih yang dihasilkan dari suatu proyek investasi. ARR dihitung dengan cara membandingkan laba bersih tahunan (setelah depresiasi dan sebelum pajak) terhadap investasi awal atau rata-rata investasi selama masa proyek. Metode ini mengedepankan aspek akuntansi dari suatu proyek ketimbang arus kas aktual yang masuk dan keluar. Artinya, ARR menggunakan data yang berasal dari laporan laba rugi, bukan laporan arus kas. ARR umumnya dinyatakan dalam bentuk persentase, yang menggambarkan seberapa besar tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi terhadap jumlah dana yang dikeluarkan. Konsep ARR menjadi penting karena menyediakan pendekatan yang sederhana dalam menilai kelayakan proyek investasi. Meskipun tidak mempertimbangkan nilai waktu uang (time value of money), metode ini tetap digunakan dalam banyak organisasi, terutama untuk investasi berskala kecil hingga menengah yang memiliki siklus kas stabil dan relatif dapat diprediksi. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan menginvestasikan Rp1.000.000.000 dan mendapatkan laba bersih tahunan sebesar Rp100.000.000 dari proyek tersebut, maka ARR-nya adalah 10%. Angka ini dapat dibandingkan dengan target minimum return atau biaya modal perusahaan untuk menentukan apakah proyek tersebut layak dilanjutkan. Tujuan Perhitungan Accounting Rate of Return Tujuan utama dari penggunaan ARR adalah untuk memberikan gambaran awal mengenai kelayakan suatu investasi. Dalam dunia bisnis, keputusan investasi sangat berkaitan erat dengan risiko dan ekspektasi imbal hasil. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap potensi keuntungan yang akan diperoleh dari dana yang ditanamkan dalam suatu aset atau proyek. Berikut adalah beberapa tujuan penting dari penerapan metode ARR: 1. Mengukur Efisiensi Investasi ARR digunakan untuk mengukur sejauh mana investasi dapat menghasilkan laba. Semakin tinggi nilai ARR, semakin tinggi pula efisiensi investasi tersebut. Dalam beberapa kasus, perusahaan memiliki ambang batas tertentu (hurdle rate) sebagai patokan minimum ARR agar suatu proyek dinyatakan layak. 2. Membantu Pengambilan Keputusan Informasi ARR memberikan landasan bagi manajemen untuk memilih antara beberapa alternatif proyek. Misalnya, jika perusahaan memiliki dua opsi investasi dengan nilai ARR masing-masing 12% dan 15%, maka proyek dengan ARR 15% lebih disukai karena menjanjikan pengembalian lebih besar. 3. Melengkapi Analisis Keuangan Meskipun tidak sesempurna metode berbasis arus kas, ARR tetap berguna sebagai pelengkap analisis keuangan lainnya. Hal ini terutama berlaku dalam organisasi yang mengutamakan data laba akuntansi dalam laporan keuangan internal mereka. 4. Evaluasi Kinerja Investasi Jangka Pendek ARR juga sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja proyek-proyek jangka pendek atau proyek dengan return yang dapat diperkirakan secara jelas dalam jangka waktu tertentu. 5. Menganalisis Risiko Investasi ARR memberikan gambaran kasar tentang tingkat risiko, karena perusahaan dapat mengaitkan nilai return dengan kemungkinan hasil aktual. Jika ARR rendah, maka kemungkinan proyek mengalami kerugian atau tidak efisien akan lebih tinggi. Dengan tujuan-tujuan tersebut, ARR menjadi salah satu alat awal yang penting dalam proses pengambilan keputusan investasi, terutama dalam tahap penyaringan proyek yang akan dievaluasi lebih lanjut secara mendalam. Cara Menghitung Accounting Rate of Return Menghitung ARR bukanlah hal yang rumit, asalkan data-data yang dibutuhkan tersedia dan dapat diandalkan. Berikut adalah langkah-langkah umum yang perlu dilakukan: 1. Tentukan Rata-rata Laba Bersih Tahunan Laba bersih tahunan diperoleh dari laporan keuangan dengan memperhitungkan pendapatan dikurangi semua biaya operasional, termasuk depresiasi, tetapi belum dikurangi pajak. Jika proyek investasi berjalan selama beberapa tahun, maka digunakan rata-rata dari laba bersih selama periode tersebut. 2. Hitung Nilai Investasi Awal atau Rata-rata Investasi Nilai investasi awal adalah total dana yang dikeluarkan pada awal proyek. Namun, dalam beberapa kasus, digunakan rata-rata investasi, terutama jika investasi bersifat bertahap atau berubah dari tahun ke tahun. Rata-rata investasi biasanya dihitung sebagai: Rata-rata Investasi = (Nilai Investasi Awal+Nilai Sisa Aset di Akhir Periode)/2 3. Hitung Gunakan Rumus ARR Setelah data diperoleh, ARR dihitung dengan rumus berikut: Rumus ARR = (Investasi Awal atau Rata-rata Investasi/Rata-rata Laba Bersih Tahunan)× 100% Sebagai contoh: Investasi awal = Rp500.000.000 Laba bersih tahunan = Rp75.000.000 Maka: ARR=(500.000.000/75.000.000)×100%=15% ARR sebesar 15% menunjukkan bahwa setiap tahunnya, proyek tersebut memberikan pengembalian sebesar 15% dari total investasi awal. ARR dapat dihitung dengan bantuan perangkat lunak akuntansi atau spreadsheet seperti Microsoft Excel untuk mengotomatisasi proses perhitungan, terutama dalam proyek multi-tahun. Kelebihan Penggunaan Metode ARR 1. Mudah Dipahami dan Dihitung Salah satu keunggulan utama dari metode ARR adalah tingkat kesederhanaannya yang tinggi. ARR tidak mengharuskan pengguna memahami konsep-konsep kompleks seperti nilai waktu uang (time value of money) atau menggunakan formula diskonto sebagaimana metode Net Present Value (NPV) atau Internal Rate of Return (IRR). Hal ini menjadikannya sebagai metode yang sangat ramah untuk digunakan oleh manajemen tingkat menengah, pemilik usaha kecil, hingga pelaku UMKM. Dalam praktiknya, perhitungan ARR hanya membutuhkan dua komponen utama, yaitu laba bersih tahunan dari proyek investasi dan jumlah investasi awal. Dengan membagi laba bersih tahunan dengan jumlah investasi, kemudian mengalikannya dengan 100, perusahaan sudah mendapatkan persentase tingkat pengembalian. Proses ini tidak memerlukan perangkat lunak canggih atau laporan keuangan yang rumit, sehingga dapat dilakukan dengan bantuan spreadsheet sederhana seperti Microsoft Excel. Kemudahan dalam proses perhitungan ini memberikan efisiensi dalam pengambilan keputusan awal. Bagi perusahaan yang harus menilai banyak proyek dalam waktu terbatas, metode ini dapat memberikan gambaran kasar yang cukup bermanfaat. 2. Menggunakan Data Akuntansi yang Umum Metode ARR bekerja dengan memanfaatkan data yang sudah tersedia dalam laporan keuangan, khususnya laporan laba rugi. Tidak seperti metode lain yang memerlukan data arus kas aktual, ARR cukup menggunakan informasi tentang laba bersih yang diperoleh setelah memperhitungkan depresiasi dan beban lainnya. Ini sangat menguntungkan bagi organisasi yang belum memiliki sistem akuntansi berbasis arus kas atau belum mengembangkan sistem pelaporan keuangan yang canggih. Keuntungan lainnya, metode ini dapat langsung diterapkan dengan data keuangan historis. Hal ini memberikan kemudahan dalam melakukan evaluasi terhadap investasi yang sedang berjalan maupun yang direncanakan, tanpa perlu membuat proyeksi arus kas terpisah. Bagi perusahaan yang mengedepankan pendekatan konservatif dan memiliki kebiasaan mengandalkan data akuntansi sebagai dasar pengambilan keputusan, metode ARR menjadi pilihan yang relevan dan efisien. 3. Cocok untuk Evaluasi Awal Proyek Investasi Dalam tahap perencanaan investasi, perusahaan sering dihadapkan pada banyak alternatif proyek yang semuanya terlihat menjanjikan. Pada fase ini, perusahaan memerlukan metode evaluasi cepat untuk menyaring mana proyek yang memiliki potensi besar dan layak ditindaklanjuti dengan analisis lebih mendalam. ARR sangat efektif digunakan pada tahap penyaringan awal tersebut. Karena hanya memerlukan data laba dan investasi awal, metode ini dapat membantu manajemen menyingkirkan proyek yang jelas-jelas tidak menguntungkan dari awal. Proyek yang lolos dari tahap ini kemudian dapat dianalisis lebih lanjut dengan metode yang lebih kompleks seperti NPV atau IRR. Hal ini menjadikan ARR sebagai bagian integral dalam proses seleksi investasi bertahap (staged investment decision-making). Dengan kata lain, ARR berperan sebagai filter awal sebelum manajemen mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk analisis yang lebih komprehensif. 4. Memberikan Indikator Profitabilitas Proyek ARR secara langsung menunjukkan tingkat pengembalian dari suatu proyek investasi dalam bentuk persentase, sehingga memudahkan manajemen dalam membandingkan satu proyek dengan proyek lainnya. Misalnya, proyek A memiliki ARR sebesar 12%, sementara proyek B memiliki ARR sebesar 15%. Maka, secara teoritis, proyek B lebih menguntungkan dan sebaiknya diprioritaskan. Persentase ARR ini juga dapat dibandingkan dengan target internal perusahaan, seperti hurdle rate atau cost of capital. Jika nilai ARR lebih tinggi dari tingkat pengembalian minimum yang diharapkan perusahaan, maka proyek tersebut dianggap layak untuk dieksekusi. Dalam konteks ini, ARR tidak hanya menjadi alat evaluasi, tetapi juga alat komunikasi yang efektif antara manajemen dan pemegang saham dalam menjelaskan potensi keuntungan dari suatu proyek investasi. Kekurangan Metode Accounting Rate of Return 1. Tidak Memperhitungkan Nilai Waktu Uang Kekurangan paling signifikan dari metode ARR adalah tidak mempertimbangkan nilai waktu uang (time value of money). Dalam dunia keuangan, prinsip ini sangat penting karena menyatakan bahwa nilai uang hari ini lebih besar daripada nilai uang di masa depan akibat inflasi, risiko, dan peluang investasi lainnya. Metode ARR mengasumsikan bahwa Rp100 juta yang diterima tahun depan nilainya sama dengan Rp100 juta hari ini, padahal kenyataannya tidak demikian. Hal ini dapat menyebabkan penilaian yang keliru terhadap proyek-proyek jangka panjang yang arus kasnya baru signifikan pada tahun-tahun terakhir. Dengan kata lain, proyek yang memberikan keuntungan besar di masa depan bisa tampak kurang menarik dibanding proyek jangka pendek, padahal jika menggunakan metode NPV atau IRR, nilainya bisa jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, kelemahan ini menjadi alasan mengapa ARR sering dianggap tidak akurat dalam mengevaluasi proyek jangka panjang. 2. Mengandalkan Laba Akuntansi, Bukan Arus Kas ARR menggunakan laba akuntansi sebagai dasar perhitungannya, yang berarti metode ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan akuntansi perusahaan, termasuk metode depresiasi, pengakuan pendapatan, dan amortisasi. Padahal, laba akuntansi belum tentu mencerminkan arus kas nyata yang masuk ke perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan mungkin mencatat laba besar namun mengalami kekurangan likuiditas karena sebagian besar pendapatannya berupa piutang yang belum tertagih. Dalam kasus seperti ini, proyek tampak menguntungkan secara akuntansi, tetapi secara kas justru membebani keuangan perusahaan. Ketergantungan pada laba akuntansi juga membuat metode ini kurang objektif, karena laba dapat dimanipulasi melalui berbagai teknik akuntansi yang sah secara hukum namun tidak mencerminkan kenyataan operasional. 3. Mengabaikan Analisis Risiko Proyek ARR tidak memberikan ruang untuk mempertimbangkan tingkat risiko yang melekat pada suatu proyek. Padahal, dalam dunia investasi, dua proyek dengan tingkat pengembalian yang sama bisa saja memiliki risiko yang sangat berbeda. Misalnya, proyek A dan B sama-sama memiliki ARR sebesar 12%, tetapi proyek A memiliki risiko kegagalan pasar yang tinggi, sementara proyek B beroperasi dalam pasar yang stabil. Tanpa analisis risiko yang komprehensif, perusahaan berisiko membuat keputusan yang berbahaya hanya karena tergiur angka ARR yang tinggi. Sebaliknya, metode lain seperti Expected NPV atau Risk-Adjusted Return mempertimbangkan ketidakpastian dan fluktuasi yang mungkin terjadi, menjadikannya lebih akurat untuk investasi berisiko tinggi. 4. Tidak Cocok untuk Proyek Jangka Panjang atau Tidak Stabil Proyek yang bersifat jangka panjang atau memiliki arus kas yang tidak stabil dari tahun ke tahun akan sulit dievaluasi secara adil dengan metode ARR. Karena menggunakan rata-rata laba tahunan, metode ini tidak menunjukkan variasi atau tren yang sebenarnya terjadi. Hal ini membuat metode ARR rentan menghasilkan informasi yang bias atau menyesatkan, terutama ketika proyek memiliki masa inkubasi atau ramp-up period yang panjang, di mana laba awal sangat kecil atau bahkan negatif. Bagi perusahaan yang bergerak di industri teknologi, pertambangan, atau energi—yang umumnya memiliki proyek jangka panjang—ARR kurang cocok digunakan sebagai alat utama evaluasi investasi. Contoh Studi Kasus Penggunaan ARR Sebagai ilustrasi nyata, berikut adalah contoh studi kasus penggunaan metode ARR dalam dunia bisnis: Studi Kasus: PT Energi Surya Nusantara PT Energi Surya Nusantara berencana untuk berinvestasi dalam pembangunan fasilitas panel surya dengan investasi awal sebesar Rp2 miliar. Proyek ini diperkirakan akan menghasilkan laba bersih tahunan sebesar Rp300 juta selama 8 tahun. Maka perhitungannya adalah sebagai berikut: Investasi awal: Rp2.000.000.000 Laba bersih tahunan: Rp300.000.000 ARR = (300.000.000 / 2.000.000.000) x 100% = 15% Manajemen perusahaan memiliki target pengembalian investasi minimum sebesar 12%. Karena ARR proyek ini sebesar 15%, proyek dianggap layak secara finansial pada tahap awal evaluasi. Namun, setelah dilakukan evaluasi lebih lanjut menggunakan metode NPV dan IRR, diketahui bahwa nilai NPV proyek tersebut rendah karena sebagian besar arus kas baru signifikan setelah tahun ke-5. Akhirnya, manajemen memutuskan untuk meninjau ulang struktur pembiayaan proyek agar mempercepat arus kas di tahun-tahun awal. Studi kasus ini menggambarkan pentingnya ARR sebagai filter awal, tetapi juga menunjukkan keterbatasannya dalam evaluasi jangka panjang. Kesimpulan Metode Accounting Rate of Return (ARR) adalah alat evaluasi investasi yang sederhana, efisien, dan mudah digunakan. Kelebihannya mencakup kemudahan perhitungan, penggunaan data akuntansi yang tersedia, dan kemampuan menyaring proyek secara cepat. Namun, metode ini juga memiliki sejumlah kelemahan signifikan seperti tidak mempertimbangkan nilai waktu uang, mengabaikan arus kas, dan kurang cocok untuk proyek jangka panjang atau berisiko tinggi. Dalam praktik terbaik, ARR sebaiknya digunakan sebagai metode evaluasi awal atau pendukung, bukan sebagai satu-satunya dasar pengambilan keputusan investasi. Dengan mengombinasikan ARR dengan metode lain seperti NPV, IRR, dan analisis risiko, perusahaan dapat memperoleh gambaran yang lebih akurat dan menyeluruh sebelum memutuskan untuk menanamkan modal pada proyek tertentu.